Assalamu'alaikum ..
Selamat datang dalam risalah sederhana. Aku ingin mulai mengajak saudara-saudaraku_terutama diriku sendiri_memulai hidup untuk berbuat hal kecil dengan cinta yang besar. Tidak muluk – muluk. Ya, citaku memang merubah dunia kecil kita. Tetapi urutan kerjanya tentu dari diri kita sendiri, keluarga kita, dan orang-orang terdekat kita lalu kepada masyarakat luas, semoga .. Bismillah ^_^(yaitu Tuhan) Yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang menunjuki aku, dan Tuhanku, Yang Dia memberi makan dan minum kepadaku, dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku, dan Yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali), dan Yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari kiamat".(QS. 26:78-82)Kupersembahkan kepada:
Jumat, 29 Juli 2011
Aku yang belum Bermakna ...
dan bermakna.. Aku masih berupa potongan-potongan puzzle yang entah kapan aku bisa menyusunnya dengan utuh..
Selasa, 26 Juli 2011
Hukum TAHLILAN dalam ISLAM
Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al Qur’an dan mengutus Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam sebagai penjelas dan pembimbing untuk memahami Al Qur’an tersebut sehingga menjadi petunjuk bagi umat manusia. Semoga Allah subhanahu wata’ala mencurahkan hidayah dan inayah-Nya kepada kita semua, sehingga dapat membuka mata hati kita untuk senantiasa menerima kebenaran hakiki.
Telah kita maklumi bersama bahwa acara tahlilan merupakan upacara ritual seremonial yang biasa dilakukan oleh keumuman masyarakat Indonesia untuk memperingati hari kematian. Secara bersama-sama, berkumpul sanak keluarga, handai taulan, beserta masyarakat sekitarnya, membaca beberapa ayat Al Qur’an, dzikir-dzikir, dan disertai do’a-do’a tertentu untuk dikirimkan kepada si mayit. Karena dari sekian materi bacaannya terdapat kalimat tahlil yang diulang-ulang (ratusan kali bahkan ada yang sampai ribuan kali), maka acara tersebut dikenal dengan istilah “Tahlilan”.
Acara ini biasanya diselenggarakan setelah selesai proses penguburan (terkadang dilakukan sebelum penguburan mayit), kemudian terus berlangsung setiap hari sampai hari ketujuh. Lalu diselenggarakan kembali pada hari ke 40 dan ke 100. Untuk selanjutnya acara tersebut diadakan tiap tahun dari hari kematian si mayit, walaupun terkadang berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya.
Tidak lepas pula dalam acara tersebut penjamuan yang disajikan pada tiap kali acara diselenggarakan. Model penyajian hidangan biasanya selalu variatif, tergantung adat yang berjalan di tempat tersebut. Namun pada dasarnya menu hidangan “lebih dari sekedarnya” cenderung mirip menu hidangan yang berbau kemeriahan. Sehingga acara tersebut terkesan pesta kecil-kecilan, memang demikianlah kenyataannya.
Entah telah berapa abad lamanya acara tersebut diselenggarakan, hingga tanpa disadari menjadi suatu kelaziman. Konsekuensinya, bila ada yang tidak menyelenggarakan acara tersebut berarti telah menyalahi adat dan akibatnya ia diasingkan dari masyarakat. Bahkan lebih jauh lagi acara tersebut telah membangun opini muatan hukum yaitu sunnah (baca: “wajib”) untuk dikerjakan dan sebaliknya, bid’ah (hal yang baru dan ajaib) apabila ditinggalkan.
Para pembaca, pembahasan kajian kali ini bukan dimaksudkan untuk menyerang mereka yang suka tahlilan, namun sebagai nasehat untuk kita bersama agar berpikir lebih jernih dan dewasa bahwa kita (umat Islam) memiliki pedoman baku yang telah diyakini keabsahannya yaitu Al Qur’an dan As Sunnah.
Sebenarnya acara tahlilan semacam ini telah lama menjadi pro dan kontra di kalangan umat Islam. Sebagai muslim sejati yang selalu mengedepankan kebenaran, semua pro dan kontra harus dikembalikan kepada Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Sikap seperti inilah yang sepatutnya dimiliki oleh setiap insan muslim yang benar-benar beriman kepada Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya.
Bukankah Allah subhanahu wata’ala telah berfirman (artinya):
“Maka jika kalian berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Ar Rasul (As Sunnah), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Yang demikian itu lebih utama bagi kalian dan lebih baik akibatnya.” (An Nisaa’: 59)
Historis Upacara Tahlilan
Para pembaca, kalau kita buka catatan sejarah Islam, maka acara ritual tahlilan tidak dijumpai di masa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, di masa para sahabatnya ? dan para Tabi’in maupun Tabi’ut tabi’in. Bahkan acara tersebut tidak dikenal pula oleh para Imam-Imam Ahlus Sunnah seperti Al Imam Malik, Abu Hanifah, Asy Syafi’i, Ahmad, dan ulama lainnya yang semasa dengan mereka ataupun sesudah mereka. Lalu dari mana sejarah munculnya acara tahlilan?
Awal mula acara tersebut berasal dari upacara peribadatan (baca: selamatan) nenek moyang bangsa Indonesia yang mayoritasnya beragama Hindu dan Budha. Upacara tersebut sebagai bentuk penghormatan dan mendo’akan orang yang telah meninggalkan dunia yang diselenggarakan pada waktu seperti halnya waktu tahlilan. Namun acara tahlilan secara praktis di lapangan berbeda dengan prosesi selamatan agama lain yaitu dengan cara mengganti dzikir-dzikir dan do’a-do’a ala agama lain dengan bacaan dari Al Qur’an, maupun dzikir-dzikir dan do’a-do’a ala Islam menurut mereka.
Dari aspek historis ini kita bisa mengetahui bahwa sebenarnya acara tahlilan merupakan adopsi (pengambilan) dan sinkretisasi (pembauran) dengan agama lain.
Tahlilan Dalam Kaca Mata Islam
Acara tahlilan –paling tidak– terfokus pada dua acara yang paling penting yaitu:
Pertama: Pembacaan beberapa ayat/ surat Al Qur’an, dzikir-dzikir dan disertai dengan do’a-do’a tertentu yang ditujukan dan dihadiahkan kepada si mayit.
Kedua: Penyajian hidangan makanan.
Dua hal di atas perlu ditinjau kembali dalam kaca mata Islam, walaupun secara historis acara tahlilan bukan berasal dari ajaran Islam.
Pada dasarnya, pihak yang membolehkan acara tahlilan, mereka tiada memiliki argumentasi (dalih) melainkan satu dalih saja yaitu istihsan (menganggap baiknya suatu amalan) dengan dalil-dalil yang umum sifatnya. Mereka berdalil dengan keumuman ayat atau hadits yang menganjurkan untuk membaca Al Qur’an, berdzikir ataupun berdoa dan menganjurkan pula untuk memuliakan tamu dengan menyajikan hidangan dengan niatan shadaqah.
1. Bacaan Al Qur’an, dzikir-dzikir, dan do’a-do’a yang ditujukan/ dihadiahkan kepada si mayit.
Memang benar Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya menganjurkan untuk membaca Al Qur’an, berdzikir dan berdoa. Namun apakah pelaksanaan membaca Al Qur’an, dzikir-dzikir, dan do’a-do’a diatur sesuai kehendak pribadi dengan menentukan cara, waktu dan jumlah tertentu (yang diistilahkan dengan acara tahlilan) tanpa merujuk praktek dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya bisa dibenarakan?
Kesempurnaan agama Islam merupakan kesepakatan umat Islam semuanya, karena memang telah dinyatakan oleh Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan agama Islam bagi kalian, dan telah Aku sempurnakan nikmat-Ku atas kalian serta Aku ridha Islam menjadi agama kalian.” (Al Maidah: 3)
Juga Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَا بَقِيَ شَيْءٌ يُقَرِّبُ مِنَ الْجَنَّةِ وَيُبَاعِدُ مِنَ النَّارِ إِلاَّ قَدْ بُيِّنَ لَكُمْ
“Tidak ada suatu perkara yang dapat mendekatkan kepada Al Jannah (surga) dan menjauhkan dari An Naar (neraka) kecuali telah dijelaskan kepada kalian semuanya.” (H.R Ath Thabrani)
Ayat dan hadits di atas menjelaskan suatu landasan yang agung yaitu bahwa Islam telah sempurna, tidak butuh ditambah dan dikurangi lagi. Tidak ada suatu ibadah, baik perkataan maupun perbuatan melainkan semuanya telah dijelaskan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.
Suatu ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mendengar berita tentang pernyataan tiga orang, yang pertama menyatakan: “Saya akan shalat tahajjud dan tidak akan tidur malam”, yang kedua menyatakan: “Saya akan bershaum (puasa) dan tidak akan berbuka”, yang terakhir menyatakan: “Saya tidak akan menikah”, maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menegur mereka, seraya berkata: “Apa urusan mereka dengan menyatakan seperti itu? Padahal saya bershaum dan saya pun berbuka, saya shalat dan saya pula tidur, dan saya menikahi wanita. Barang siapa yang membenci sunnahku maka bukanlah golonganku.” (Muttafaqun alaihi)
Para pembaca, ibadah menurut kaidah Islam tidak akan diterima oleh Allah subhanahu wata’ala kecuali bila memenuhi dua syarat yaitu ikhlas kepada Allah dan mengikuti petunjuk Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.
Allah subhanahu wata’ala menyatakan dalam Al Qur’an (artinya):
“Dialah Allah yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji siapa diantara kalian yang paling baik amalnya.” (Al Mulk: 2)
Para ulama ahli tafsir menjelaskan makna “yang paling baik amalnya” ialah yang paling ikhlash dan yang paling mencocoki sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.
Tidak ada seorang pun yang menyatakan shalat itu jelek atau shaum (puasa) itu jelek, bahkan keduanya merupakan ibadah mulia bila dikerjakan sesuai tuntunan sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.
Atas dasar ini, beramal dengan dalih niat baik (istihsan) semata -seperti peristiwa tiga orang didalam hadits tersebut- tanpa mencocoki sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, maka amalan tersebut tertolak.
Simaklah firman Allah subhanahu wata’ala (artinya): “Maukah Kami beritahukan kepada kalian tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya. Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka telah berbuat sebaik-baiknya”. (Al Kahfi: 103-104)
Lebih ditegaskan lagi dalam hadits ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barang siapa yang beramal bukan diatas petunjuk kami, maka amalan tersebut tertolak.” (Muttafaqun alaihi, dari lafazh Muslim)
Atas dasar ini pula lahirlah sebuah kaidah ushul fiqh yang berbunyi:
فَالأَصْلُ فَي الْعِبَادَاتِ البُطْلاَنُ حَتَّى يَقُوْمَ دَلِيْلٌ عَلَى الأَمْرِ
“Hukum asal dari suatu ibadah adalah batal, hingga terdapat dalil (argumen) yang memerintahkannya.”
Maka beribadah dengan dalil istihsan semata tidaklah dibenarkan dalam agama. Karena tidaklah suatu perkara itu teranggap baik melainkan bila Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya menganggapnya baik dan tidaklah suatu perkara itu teranggap jelek melainkan bila Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya menganggapnya jelek.
Lebih menukik lagi pernyataan dari Al Imam Asy Syafi’I:
مَنِ اسْتَحْسَنَ فَقَدْ شَرَعَ
“Barang siapa yang menganggap baik suatu amalan (padahal tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah –pent) berarti dirinya telah menciptakan hukum syara’ (syari’at) sendiri”.
Kalau kita mau mengkaji lebih dalam madzhab Al Imam Asy Syafi’i tentang hukum bacaan Al Qur’an yang dihadiahkan kepada si mayit, beliau diantara ulama yang menyatakan bahwa pahala bacaan Al Qur’an tidak akan sampai kepada si mayit. Beliau berdalil dengan firman Allah subhanahu wata’ala (artinya):
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh (pahala) selain apa yang telah diusahakannya”. (An Najm: 39), (Lihat tafsir Ibnu Katsir 4/329).
2. Penyajian hidangan makanan.
Memang secara sepintas pula, penyajian hidangan untuk para tamu merupakan perkara yang terpuji bahkan dianjurkan sekali didalam agama Islam. Namun manakala penyajian hidangan tersebut dilakukan oleh keluarga si mayit baik untuk sajian tamu undangan tahlilan ataupun yang lainnya, maka memiliki hukum tersendiri. Bukan hanya saja tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bahkan perbuatan ini telah melanggar sunnah para sahabatnya radhiallahu ‘anhum. Jarir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu–salah seorang sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam– berkata: “Kami menganggap/ memandang kegiatan berkumpul di rumah keluarga mayit, serta penghidangan makanan oleh keluarga mayit merupakan bagian dari niyahah (meratapi mayit).” (H.R Ahmad, Ibnu Majah dan lainnya)
Sehingga acara berkumpul di rumah keluarga mayit dan penjamuan hidangan dari keluarga mayit termasuk perbuatan yang dilarang oleh agama menurut pendapat para sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan para ulama salaf. Lihatlah bagaimana fatwa salah seorang ulama salaf yaitu Al Imam Asy Syafi’i dalam masalah ini. Kami sengaja menukilkan madzhab Al Imam Asy Syafi’i, karena mayoritas kaum muslimin di Indonesia mengaku bermadzhab Syafi’i. Al Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata dalam salah satu kitabnya yang terkenal yaitu ‘Al Um’ (1/248): “Aku membenci acara berkumpulnya orang (di rumah keluarga mayit –pent) meskipun tidak disertai dengan tangisan. Karena hal itu akan menambah kesedihan dan memberatkan urusan mereka.” (Lihat Ahkamul Jana-iz karya Asy Syaikh Al Albani hal. 211)
Al Imam An Nawawi seorang imam besar dari madzhab Asy Syafi’i setelah menyebutkan perkataan Asy Syafi’i diatas didalam kitabnya Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab 5/279 berkata: “Ini adalah lafadz baliau dalam kitab Al Um, dan inilah yang diikuti oleh murid-murid beliau. Adapun pengarang kitab Al Muhadzdzab (Asy Syirazi) dan lainnya berargumentasi dengan argumen lain yaitu bahwa perbuatan tersebut merupakan perkara yang diada-adakan dalam agama (bid’ah –pent).
Lalu apakah pantas acara tahlilan tersebut dinisbahkan kepada madzhab Al Imam Asy Syafi’i?
Malah yang semestinya, disunnahkan bagi tetangga keluarga mayit yang menghidangkan makanan untuk keluarga mayit, supaya meringankan beban yang mereka alami.
Sebagaimana bimbingan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dalam hadistnya:
اصْنَعُوا لآلِ جَعْفَرَ طَعَامًا فَقَدْ أَتَاهُمْ أَمْرٌ يُشْغِلُهُمْ
“Hidangkanlah makanan buat keluarga Ja’far, Karena telah datang perkara (kematian-pent) yang menyibukkan mereka.” (H.R Abu Dawud, At Tirmidzi dan lainnya).
Sekali lagi, bukan pihak yang sedang berduka yang harus menyajikan makanan untuk para pelawat ..
Mudah-mudahan pembahasan ini bisa memberikan penerangan bagi semua yang menginginkan kebenaran di tengah gelapnya permasalahan. Wallahu ‘a’lam.
Telah kita maklumi bersama bahwa acara tahlilan merupakan upacara ritual seremonial yang biasa dilakukan oleh keumuman masyarakat Indonesia untuk memperingati hari kematian. Secara bersama-sama, berkumpul sanak keluarga, handai taulan, beserta masyarakat sekitarnya, membaca beberapa ayat Al Qur’an, dzikir-dzikir, dan disertai do’a-do’a tertentu untuk dikirimkan kepada si mayit. Karena dari sekian materi bacaannya terdapat kalimat tahlil yang diulang-ulang (ratusan kali bahkan ada yang sampai ribuan kali), maka acara tersebut dikenal dengan istilah “Tahlilan”.
Acara ini biasanya diselenggarakan setelah selesai proses penguburan (terkadang dilakukan sebelum penguburan mayit), kemudian terus berlangsung setiap hari sampai hari ketujuh. Lalu diselenggarakan kembali pada hari ke 40 dan ke 100. Untuk selanjutnya acara tersebut diadakan tiap tahun dari hari kematian si mayit, walaupun terkadang berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya.
Tidak lepas pula dalam acara tersebut penjamuan yang disajikan pada tiap kali acara diselenggarakan. Model penyajian hidangan biasanya selalu variatif, tergantung adat yang berjalan di tempat tersebut. Namun pada dasarnya menu hidangan “lebih dari sekedarnya” cenderung mirip menu hidangan yang berbau kemeriahan. Sehingga acara tersebut terkesan pesta kecil-kecilan, memang demikianlah kenyataannya.
Entah telah berapa abad lamanya acara tersebut diselenggarakan, hingga tanpa disadari menjadi suatu kelaziman. Konsekuensinya, bila ada yang tidak menyelenggarakan acara tersebut berarti telah menyalahi adat dan akibatnya ia diasingkan dari masyarakat. Bahkan lebih jauh lagi acara tersebut telah membangun opini muatan hukum yaitu sunnah (baca: “wajib”) untuk dikerjakan dan sebaliknya, bid’ah (hal yang baru dan ajaib) apabila ditinggalkan.
Para pembaca, pembahasan kajian kali ini bukan dimaksudkan untuk menyerang mereka yang suka tahlilan, namun sebagai nasehat untuk kita bersama agar berpikir lebih jernih dan dewasa bahwa kita (umat Islam) memiliki pedoman baku yang telah diyakini keabsahannya yaitu Al Qur’an dan As Sunnah.
Sebenarnya acara tahlilan semacam ini telah lama menjadi pro dan kontra di kalangan umat Islam. Sebagai muslim sejati yang selalu mengedepankan kebenaran, semua pro dan kontra harus dikembalikan kepada Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Sikap seperti inilah yang sepatutnya dimiliki oleh setiap insan muslim yang benar-benar beriman kepada Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya.
Bukankah Allah subhanahu wata’ala telah berfirman (artinya):
“Maka jika kalian berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Ar Rasul (As Sunnah), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Yang demikian itu lebih utama bagi kalian dan lebih baik akibatnya.” (An Nisaa’: 59)
Historis Upacara Tahlilan
Para pembaca, kalau kita buka catatan sejarah Islam, maka acara ritual tahlilan tidak dijumpai di masa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, di masa para sahabatnya ? dan para Tabi’in maupun Tabi’ut tabi’in. Bahkan acara tersebut tidak dikenal pula oleh para Imam-Imam Ahlus Sunnah seperti Al Imam Malik, Abu Hanifah, Asy Syafi’i, Ahmad, dan ulama lainnya yang semasa dengan mereka ataupun sesudah mereka. Lalu dari mana sejarah munculnya acara tahlilan?
Awal mula acara tersebut berasal dari upacara peribadatan (baca: selamatan) nenek moyang bangsa Indonesia yang mayoritasnya beragama Hindu dan Budha. Upacara tersebut sebagai bentuk penghormatan dan mendo’akan orang yang telah meninggalkan dunia yang diselenggarakan pada waktu seperti halnya waktu tahlilan. Namun acara tahlilan secara praktis di lapangan berbeda dengan prosesi selamatan agama lain yaitu dengan cara mengganti dzikir-dzikir dan do’a-do’a ala agama lain dengan bacaan dari Al Qur’an, maupun dzikir-dzikir dan do’a-do’a ala Islam menurut mereka.
Dari aspek historis ini kita bisa mengetahui bahwa sebenarnya acara tahlilan merupakan adopsi (pengambilan) dan sinkretisasi (pembauran) dengan agama lain.
Tahlilan Dalam Kaca Mata Islam
Acara tahlilan –paling tidak– terfokus pada dua acara yang paling penting yaitu:
Pertama: Pembacaan beberapa ayat/ surat Al Qur’an, dzikir-dzikir dan disertai dengan do’a-do’a tertentu yang ditujukan dan dihadiahkan kepada si mayit.
Kedua: Penyajian hidangan makanan.
Dua hal di atas perlu ditinjau kembali dalam kaca mata Islam, walaupun secara historis acara tahlilan bukan berasal dari ajaran Islam.
Pada dasarnya, pihak yang membolehkan acara tahlilan, mereka tiada memiliki argumentasi (dalih) melainkan satu dalih saja yaitu istihsan (menganggap baiknya suatu amalan) dengan dalil-dalil yang umum sifatnya. Mereka berdalil dengan keumuman ayat atau hadits yang menganjurkan untuk membaca Al Qur’an, berdzikir ataupun berdoa dan menganjurkan pula untuk memuliakan tamu dengan menyajikan hidangan dengan niatan shadaqah.
1. Bacaan Al Qur’an, dzikir-dzikir, dan do’a-do’a yang ditujukan/ dihadiahkan kepada si mayit.
Memang benar Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya menganjurkan untuk membaca Al Qur’an, berdzikir dan berdoa. Namun apakah pelaksanaan membaca Al Qur’an, dzikir-dzikir, dan do’a-do’a diatur sesuai kehendak pribadi dengan menentukan cara, waktu dan jumlah tertentu (yang diistilahkan dengan acara tahlilan) tanpa merujuk praktek dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya bisa dibenarakan?
Kesempurnaan agama Islam merupakan kesepakatan umat Islam semuanya, karena memang telah dinyatakan oleh Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan agama Islam bagi kalian, dan telah Aku sempurnakan nikmat-Ku atas kalian serta Aku ridha Islam menjadi agama kalian.” (Al Maidah: 3)
Juga Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَا بَقِيَ شَيْءٌ يُقَرِّبُ مِنَ الْجَنَّةِ وَيُبَاعِدُ مِنَ النَّارِ إِلاَّ قَدْ بُيِّنَ لَكُمْ
“Tidak ada suatu perkara yang dapat mendekatkan kepada Al Jannah (surga) dan menjauhkan dari An Naar (neraka) kecuali telah dijelaskan kepada kalian semuanya.” (H.R Ath Thabrani)
Ayat dan hadits di atas menjelaskan suatu landasan yang agung yaitu bahwa Islam telah sempurna, tidak butuh ditambah dan dikurangi lagi. Tidak ada suatu ibadah, baik perkataan maupun perbuatan melainkan semuanya telah dijelaskan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.
Suatu ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mendengar berita tentang pernyataan tiga orang, yang pertama menyatakan: “Saya akan shalat tahajjud dan tidak akan tidur malam”, yang kedua menyatakan: “Saya akan bershaum (puasa) dan tidak akan berbuka”, yang terakhir menyatakan: “Saya tidak akan menikah”, maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menegur mereka, seraya berkata: “Apa urusan mereka dengan menyatakan seperti itu? Padahal saya bershaum dan saya pun berbuka, saya shalat dan saya pula tidur, dan saya menikahi wanita. Barang siapa yang membenci sunnahku maka bukanlah golonganku.” (Muttafaqun alaihi)
Para pembaca, ibadah menurut kaidah Islam tidak akan diterima oleh Allah subhanahu wata’ala kecuali bila memenuhi dua syarat yaitu ikhlas kepada Allah dan mengikuti petunjuk Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.
Allah subhanahu wata’ala menyatakan dalam Al Qur’an (artinya):
“Dialah Allah yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji siapa diantara kalian yang paling baik amalnya.” (Al Mulk: 2)
Para ulama ahli tafsir menjelaskan makna “yang paling baik amalnya” ialah yang paling ikhlash dan yang paling mencocoki sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.
Tidak ada seorang pun yang menyatakan shalat itu jelek atau shaum (puasa) itu jelek, bahkan keduanya merupakan ibadah mulia bila dikerjakan sesuai tuntunan sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.
Atas dasar ini, beramal dengan dalih niat baik (istihsan) semata -seperti peristiwa tiga orang didalam hadits tersebut- tanpa mencocoki sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, maka amalan tersebut tertolak.
Simaklah firman Allah subhanahu wata’ala (artinya): “Maukah Kami beritahukan kepada kalian tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya. Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka telah berbuat sebaik-baiknya”. (Al Kahfi: 103-104)
Lebih ditegaskan lagi dalam hadits ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barang siapa yang beramal bukan diatas petunjuk kami, maka amalan tersebut tertolak.” (Muttafaqun alaihi, dari lafazh Muslim)
Atas dasar ini pula lahirlah sebuah kaidah ushul fiqh yang berbunyi:
فَالأَصْلُ فَي الْعِبَادَاتِ البُطْلاَنُ حَتَّى يَقُوْمَ دَلِيْلٌ عَلَى الأَمْرِ
“Hukum asal dari suatu ibadah adalah batal, hingga terdapat dalil (argumen) yang memerintahkannya.”
Maka beribadah dengan dalil istihsan semata tidaklah dibenarkan dalam agama. Karena tidaklah suatu perkara itu teranggap baik melainkan bila Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya menganggapnya baik dan tidaklah suatu perkara itu teranggap jelek melainkan bila Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya menganggapnya jelek.
Lebih menukik lagi pernyataan dari Al Imam Asy Syafi’I:
مَنِ اسْتَحْسَنَ فَقَدْ شَرَعَ
“Barang siapa yang menganggap baik suatu amalan (padahal tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah –pent) berarti dirinya telah menciptakan hukum syara’ (syari’at) sendiri”.
Kalau kita mau mengkaji lebih dalam madzhab Al Imam Asy Syafi’i tentang hukum bacaan Al Qur’an yang dihadiahkan kepada si mayit, beliau diantara ulama yang menyatakan bahwa pahala bacaan Al Qur’an tidak akan sampai kepada si mayit. Beliau berdalil dengan firman Allah subhanahu wata’ala (artinya):
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh (pahala) selain apa yang telah diusahakannya”. (An Najm: 39), (Lihat tafsir Ibnu Katsir 4/329).
2. Penyajian hidangan makanan.
Memang secara sepintas pula, penyajian hidangan untuk para tamu merupakan perkara yang terpuji bahkan dianjurkan sekali didalam agama Islam. Namun manakala penyajian hidangan tersebut dilakukan oleh keluarga si mayit baik untuk sajian tamu undangan tahlilan ataupun yang lainnya, maka memiliki hukum tersendiri. Bukan hanya saja tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bahkan perbuatan ini telah melanggar sunnah para sahabatnya radhiallahu ‘anhum. Jarir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu–salah seorang sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam– berkata: “Kami menganggap/ memandang kegiatan berkumpul di rumah keluarga mayit, serta penghidangan makanan oleh keluarga mayit merupakan bagian dari niyahah (meratapi mayit).” (H.R Ahmad, Ibnu Majah dan lainnya)
Sehingga acara berkumpul di rumah keluarga mayit dan penjamuan hidangan dari keluarga mayit termasuk perbuatan yang dilarang oleh agama menurut pendapat para sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan para ulama salaf. Lihatlah bagaimana fatwa salah seorang ulama salaf yaitu Al Imam Asy Syafi’i dalam masalah ini. Kami sengaja menukilkan madzhab Al Imam Asy Syafi’i, karena mayoritas kaum muslimin di Indonesia mengaku bermadzhab Syafi’i. Al Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata dalam salah satu kitabnya yang terkenal yaitu ‘Al Um’ (1/248): “Aku membenci acara berkumpulnya orang (di rumah keluarga mayit –pent) meskipun tidak disertai dengan tangisan. Karena hal itu akan menambah kesedihan dan memberatkan urusan mereka.” (Lihat Ahkamul Jana-iz karya Asy Syaikh Al Albani hal. 211)
Al Imam An Nawawi seorang imam besar dari madzhab Asy Syafi’i setelah menyebutkan perkataan Asy Syafi’i diatas didalam kitabnya Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab 5/279 berkata: “Ini adalah lafadz baliau dalam kitab Al Um, dan inilah yang diikuti oleh murid-murid beliau. Adapun pengarang kitab Al Muhadzdzab (Asy Syirazi) dan lainnya berargumentasi dengan argumen lain yaitu bahwa perbuatan tersebut merupakan perkara yang diada-adakan dalam agama (bid’ah –pent).
Lalu apakah pantas acara tahlilan tersebut dinisbahkan kepada madzhab Al Imam Asy Syafi’i?
Malah yang semestinya, disunnahkan bagi tetangga keluarga mayit yang menghidangkan makanan untuk keluarga mayit, supaya meringankan beban yang mereka alami.
Sebagaimana bimbingan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dalam hadistnya:
اصْنَعُوا لآلِ جَعْفَرَ طَعَامًا فَقَدْ أَتَاهُمْ أَمْرٌ يُشْغِلُهُمْ
“Hidangkanlah makanan buat keluarga Ja’far, Karena telah datang perkara (kematian-pent) yang menyibukkan mereka.” (H.R Abu Dawud, At Tirmidzi dan lainnya).
Sekali lagi, bukan pihak yang sedang berduka yang harus menyajikan makanan untuk para pelawat ..
Mudah-mudahan pembahasan ini bisa memberikan penerangan bagi semua yang menginginkan kebenaran di tengah gelapnya permasalahan. Wallahu ‘a’lam.
Karena Ini saya tidak MERAYAKAN Ulang Tahun
Mungkin kurangnya pengetahuan mengenai Islam, masih banyak ummat Islam yang mengikuti ritual paganisme ini. Bahkan tidak menutup kemungkinan para ustadz dan ustazdahpun ikut merayakannya dan terjebak di dalamnya. Apalagi gencarnya media televisi dan media massa lainnya mempublikasikan seremonialnya yang terkadang dilakukan oleh beberapa da’i muda atau yang bergelar ustadz.
Ditambah lagi kebiasaan ini sudah jamak dan menjadi hal yang seakan-akan wajib apabila ada anggota keluarga, rekan atau sahabat yang memperingati hari lahirnya. Dan tak kurang kelirunya sejak di Taman Kanak-kanak dan SD sudah diajarkan secara praktek langsung bahkan ada termaktub dalam buku-buku kurikulum mereka . Wallahu a’lam. Semoga Allah memberikan hidayah kepada kita semua.
Pada masa-masa awal Nasrani generasi pertama (Ahlul Kitab / kaum khawariyyun / pengikut nabi Isa) mereka tidak merayakan Upacara UlangTahun, karena mereka menganggap bahwa pesta ulang tahun itu adalah pesta yang mungkar dan hanya pekerjaan orang kafir Paganisme.
Pada masa Herodeslah acara ulang tahun dimeriahkan sebagaimana tertulis dalam Injil Matius 14:6;
“Tetapi pada HARI ULANG TAHUN Herodes, menarilah anak Herodes yang perempuan, Herodiaz, ditengah-tengah meraka akan menyukakan hati Herodes. (Matius14 : 6)”
Dalam Injil Markus 6:21
“Akhirnya tiba juga kesempatan yang baik bagi Herodias, ketika Herodes pada HARI ULANG TAHUNNYA mengadakan perjamuan untuk pembesar-pembesarnya, perwira-perwiranya dan orang-orang terkemuka di Galilea. (Markus 6:21)”
Siapa bilang kalau Ulang Tahun Tidak ada Kaitannya Dengan Perkara Ibadah ?
History of Birthday observance can be traced back before the rise of Christianity. In pagan culture it was believed evil spirits visited people on their birthdays. To protect the person having birthday from the evil effect, people used to surround him and make merry. A lot of noise used to be created in such parties to scare away the evil spirits. In those times there was no tradition of bringing gifts and guests attending the birthday party would bring good wishes for the birthday person. However, if a guest did bring gifts it was considered to be a good sign for the person of honor. Later, flowers became quite popular as a Birthday gift. (http://www.tokenz.com/history-of-birthday.html)
Sejarah perayaan ulang tahun dapat ditelusuri pada masa sebelum munculnya Kristen. Dalam budaya pagan, dipercaya bahwa roh jahat mendatangi manusia di hari ulang tahunnya. Untuk melindungi orang tersebut, orang-orang biasa mengelilinginya dan membuat kebahagiaan. Banyak suara biasa diciptakan dalam sebuah pesta untuk mengusir roh jahat. Pada waktu tersebut, tidak ada budaya untuk membawa kado dan tamu datang ke pesta ulang tahun (hanya) mendo’akan orang yang berulang tahun. Bagaimanapun, jika seorang tamu membawa kado, hal tersebut dianggap sebagai tanda penghormatan. Kemudian bunga menjadi populer sebagai kado ulang tahun.
History of Birthday Cake can be traced back to the ancient Greeks who made round or moon shaped honey cakes or bread and took it to the temple of Artemis -the Goddess of Moon. Some scholars, however, believe that the tradition of Birthday cake started in Germany in Middle Ages. Sweetened bread dough was given the shape of baby Jesus in swaddling cloth and was used to commemorate his birthday. This special birthday cake later reemerged in Germany as a Kinderfest or the birthday celebrations of a young child. Germans also baked another special kind of a cake called Geburtstagorten as it was baked in layers. This was sweeter that the coarse and bread like cake that were usually made at that time.
Tradition of placing candles on Birthday cake is attributed to early Greeks, who used place lit candles on cakes to make them glow like the moon. Greeks used to take the cake to the temple of Artemis-the Goddess of Moon. Some scholars say that candles were placed on the cake because people believe that the smoke of the candle carried their wishes and prayers to Gods who lived in the skies. Others believe that the custom originated in Germany where people used to place a large candle in the centre of the cake to symbolize ‘the light of life’.
In present times too, people place candles on Birthday cakes and a silent wish is made before blowing out the candle. It is believed that blowing out all candles in one breath means the wish will come true and the person with enjoy good luck in the coming year. Some also smear out the name of the person before slicing of the cake to bring good luck. http://www.tokenz.com/history-of-birthday.html
“ Man tasabbaha biqaumin fahua minhum” (Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.”( HR. Ahmad dan Abu Daud dari Ibnu Umar).
Sudah menjadi kebiasaan kita mengucapkan selamat ulang tahun kepada keluarga maupun teman, sahabat pada hari ULTAHnya. Bahkan tidak sedikit yang aktif dakwah (ustadz dan ustadzah) pun turut larut dalam tradisi jahiliyah ini.
Sedangkan kita sama-sama tahu bahwa tradisi ini tidak pernah diajarkan oleh Nabi kita yang mulia MUHAMMAD Shalallah Alaihi Wasallam, dan kita ketahui Rasulullah adalah orang yang paling mengerti cara bermasyarakat, bersosialisasi, paling tahu bagaimana cara menggembirakan para sahabat-sahabatnya. Rasulullah paling mengerti bagaimana cara mensyukuri hidup dan kenikmatannya. Rasulullah paling mengerti bagaimana cara menghibur orang yang sedang bersedih. Rasulullah adalah orang yang paling mengerti CARA BERSYUKUR dalam setiap hal yang di dalamnya ada rasa kegembiraan. Adapun tradisi ULANG TAHUN ini merupakan tradisi orang-orang Yahudi, Nasrani dan kaum paganism, maka Rasulullah memerintahkan untuk menyelisihinya. Apakah Rasulullah pernah melakukannya ? Apakah para sahabat Rasululah pernah melakukannya ? Apakah para Tabi’in dan Tabiut tabi’in pernah melakukannya ? Padahal Herodes sudah hidup pada jaman Nabi Isa. Apakah Rasulullah mengikuti tradisi ini ? Apakah 3 generasi terbaik dalam Islam melakukan ritual paganisme ini ?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sebaik-baik umat manusia adalah generasiku (sahabat), kemudian orang-orang yang mengikuti mereka (tabi’in) dan kemudian orang-orang yang mengikuti mereka lagi (tabi’ut tabi’in).” (Muttafaq ‘alaih)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Janganlah kalian mencela seorang pun di antara para sahabatku. Karena sesungguhnya apabila seandainya ada salah satu di antara kalian yang bisa berinfak emas sebesar Gunung Uhud maka itu tidak akan bisa menyaingi infak salah seorang di antara mereka; yang hanya sebesar genggaman tangan atau bahkan setengahnya saja.” (Muttafaq ‘alaih)
Rasulullah pernah bersabda:
“Kamu akan mengkuti cara hidup orang-orang sebelum kamu, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Sehingga jika mereka masuk kedalam lobang biawak kamu pasti akan memasukinya juga”. Para sahabat bertanya,”Apakah yang engkau maksud adalah kaum Yahudi dan Nasrani wahai Rasulullah?”Rasulullah menjawab:”Siapa lagi jika bukan mereka?!”.
Rasulullah bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُم
“ Man tasabbaha biqaumin fahua minhum” (Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.”( HR. Ahmad dan Abu Daud dari Ibnu Umar).
Allah berfirman;
وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. (QS. Al Baqarah : 120)
وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran , pengelihatan, dan hati, semuannya itu akan diminta pertanggungjawabannya. (QS. Al-Isra’:36)
“… dan kamu mengatakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikitpun juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar.” (QS. an-Nuur: 15)
Janganlah kita ikut-ikutan, karena tidak mengerti tentang sesuatu perkara. Latah ikut-ikutan memperingati Ulang Tahun, tanpa mengerti darimana asal perayaan tersebut.
Ini penjelasan Nabi tentang sebagian umatnya yang akan meninggalkan tuntunan beliau dan lebih memilih tuntunan dan cara hidup diluar Islam. Termasuk juga diantaranya adalah peringatan perayaan ULTAH, meskipun ditutupi dengan label SYUKURAN atau ucapan selamat MILAD atau Met MILAD seakan-akan kelihatan lebih Islami.
Ingatlah ! Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasul.
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa beramal dengan suatu amalan yang “tidak ada perintah dari kami padanya” maka amalan tersebut TERTOLAK (yaitu tidak diterima oleh Allah).” [HR. Muslim]
Rasulullah, para sahabat, tabi’in dan tabiut tabi’in adalah orang yang PALING MENGERTI AGAMA ISLAM. Mereka tidak mengucapkan dan tidak memperingati Ulang Tahun, walaupun mungkin sebagian manusia menganggapnya baik.
Pahamilah “Kaidah” yang agung ini;
لو كان خيرا لسبقون اليه
“Lau Kaana Khairan Lasabaquuna ilaihi”
SEANDAINYA PERBUATAN ITU BAIK, MAKA RASULULLAH, PARA SAHABAT, TABI’IN DAN TABIUT TABI’IN PASTI MEREKA LEBIH DAHULU MENGMALKANNYA DARIPADA KITA. Karena mereka paling tahu tentang nilai sebuah kebaikan daripada kita yang hidup di jaman sekarang ini.
Jika kita mau merenung apa yang harus dirayakan atau disyukuri BERKURANGNYA usia kita? Semakin dekatnya kita dengan KUBUR? SUDAH SIAPKAH kita untuk itu? Akankah kita bisa merayakannya tahun depan?
Allah berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri MEMPERHATIKAN apa yang telah diperbuatnya UNTUK HARI ESOK (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr: 18)
Seorang muslim dia dituntut untuk MUHASABAH setiap hari, karena setiap detik yang dilaluinya TIDAK akan pernah kembali lagi sampai nanti dipertemukan oleh ALLAH pada hari penghisaban , yang tidak ada yang bermanfaat pada hari itu baik anak maupun harta kecuali orang yang menghadap ALLAH dengan membawa hati yang ikhlas dan amal yang soleh.
Jadi, alangkah baiknya jika tradisi jahiliyah ini kita buang jauh-jauh dari diri kita, keluarga dan anak-anak kita dan menggantinya dengan tuntunan yg mulia yang diajarkan oleh Rasulullah.
Penulisan dan pengucapan Aamiin yang Benar
Bismillahirrohmanirrohiim. . .
Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh. . .
Mungkin tulisan ini tidaklah seberapa penting buat sebagian orang, tapi buat saya pribadi teramat sangatlah penting.
Banyak saya temui diantara saudara-saudaraku ini yang menurut saya salah dalam penulisan Aamiin.
Ada yang menulis “amin“, “amiin”, “aamin” bahkan tidak jarang juga ada yg menulis “Amien” Seperti kita ketahui Lafaz Aamiin diucapkan didalam dan diluar salat, diluar salat, aamiin diucapkan oleh orang yang mendengar doa orang lain.
Ada yang menulis “amin“, “amiin”, “aamin” bahkan tidak jarang juga ada yg menulis “Amien” Seperti kita ketahui Lafaz Aamiin diucapkan didalam dan diluar salat, diluar salat, aamiin diucapkan oleh orang yang mendengar doa orang lain.
Aamiin termasuk isim fiil Amr, yaitu isim yang mengandung pekerjaan. Maka para ulama jumhur mengartikannya dengan Allahummas istajib (ya Allah ijabahlah). Makna inilah yang paling kuat dibanding makna-makna lainnya seperti bahwa aamiin adalah salah satu nama dari asma Allah Subhanahu wata ’alaa. Membaca aamiin adalah dengan memanjangkan a (alif) dan memanjangkan min, apabila tidak demikian akan menimbulkan arti lain.
Dalam Bahasa Arab, ada empat perbedaan kata “AMIN” yaitu : 1. ”AMIN” (alif dan mim sama-sama pendek), artinya AMAN, TENTRAM 2. “AAMIN” (alif panjang & mim pendek), artinya MEMINTA PERLINDUNGAN KEAMANAN 3. ”AMIIN” (alif pendek & mim panjang), artinya JUJUR TERPERCAYA 4. “AAMIIN” (alif & mim sama-sama panjang), artinya YA TUHAN, KABULKANLAH DOA KAMI.
Terus Bagaimana dengan pengucapan/Penulisan “ Amien“ ??? Sebisa mungkin untuk yang satu ini (Amien) dihindari, karena Ucapan “Amien” yang lazim dilafadzkan oleh penyembah berhala (Paganisme) setelah do’a ini sesungguhnya berasal dari nama seorang Dewa Matahari Mesir Kuno: Amin-Ra (atau orang Barat menyebutnya Amun-Ra) Marilah kita biasakan menggunakan kaidah bahasa yang benar dan jangan pernah menyepelekan hal yang sebenarnya besar dianggap kecil.
Semoga bermanfaat.
Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh.. Salam silaturahmi selalu ^_^
Sumber : Diambil dari Media Islam ..
Puisi Langit Untukku .... ??
Pagi ini membaca puisi cantik yang dibingkai indah dari langit untuk ku…
meski lelah, namun lukisan langitMU telah melukis indah hariku ...
Dan kini .... Senja ....
indahnya senja ....
saat semesta dinaungi semburat yang mempesona
jingga, semesta menjingga
ketika lamat-lamat suara langit mengumandangkan adzan
mengukir sebuah kata perpisahan kepada hari.
wahai senja..
terimalah aku sebagai kabut
setia menantimu menyambut malam
menundukkan hati dalam-dalam hanya untuk Sang Pemilik Alam
meruntuhkan segala penat dan kesenduan
bersujud hanya untuk satu NAMA TER-AGUNG
dan ketika jingga menutup tabir untuk hari ini,
aku ingin pulang di kala senja
kembali pada kisahku yang terukir di langit
hening dan abadi ..
Terima kasih Pencipta langit, puisimu pagi ini mencerahkan senja ^_^
meski lelah, namun lukisan langitMU telah melukis indah hariku ...
Dan kini .... Senja ....
indahnya senja ....
Senin, 25 Juli 2011
Sekedar Tanya ...
Apa sih keadilan itu?
kalau mereka masih duduk di hampar panas aspal, mengemis dan bertanya dalam hati,
"aku sadar, aku tidak menyalahkan apapun, tapi memiliki mobil, apa segitu terjangkaunya ya?"
Apa sih keadilan itu?
kalau kita masih bisa berpakaian baru, sementara ada yang bergumam dalam hati,
"jahitan bajuku sudah lepas, aku tidak iri pada siapapun, doa pun cukup mengharap ada uang tersisa untuk membeli benang dan jarum"
Apa sih keadilan itu?
di usia pernikahan ke 50, Tuan dan Nyonya bisa rayakan anniversary ke Thailand,
sementara penjual cendol, sepasang suami istri, masih saling mengelap peluh,
"dagangannya belum laku, Bu, sabar ya, sore-an kita pulang"
Apa sih keadilan itu?
ketika banyak remaja modern, melumuri kulit dengan lotion anti sinar UV,
anak2 pemulung itu hanya berdoa ala kadarnya, "semoga aku tidak kena kusta seperti ayah"
Apa sih keadilan itu?
ketika banyak yang terbangun dan terjaga, tubuhnya kesemutan, karena kerasnya trotoar alas tidur.
sementara, ada yang masih ribut turunkan derajat AC di angka terendah
Apa sih keadilan itu?
ketika hujan air pun masih kita salahkan,
disaat, bagi anak-anak di belah benua lain,"hujan timah panas lah monster yang sesungguhnya"
Apa sih keadilan itu?
Dimana banyak orang masih susah menyelesaikan persoalan,
situasi dan kondisi yang ironisnya, luput terpikirkan oleh kita sebagai sebuah masalah.
Apa sih keadilan itu?
kalau masih bisa kita gerutu, "gitu aja susah, usaha dong"
sementara keadaan mereka menjawab, "diusahakan, tapi memang susah, selalu susah"
Apa sih keadilan itu?
ketika kita harus mempelajari pembenarannya,
demi mendewasakan jiwa kemanusiaan yang beradab dan berilmu.
Apa sih keadilan itu?
kau tak perlu bertanya wahai diriku ..
dalam kesulitan pasti ada jalan yang mesti disyukuri
dalam kelapangan .. mesti lebih mensyukuri ..
Kebahagiaan tidak diukur dari seberapa banyak harta
Kesedihan dan kebahagiaan
kepedihan dan kesenangan
kegundahan dan ketenangan
kehampaan dan keberartian
selalu berpasangan menghampiri insan
keduanya bukan sebuah kemutlakkan
karena keduanya datang sebagai pilihan
Sungguh Allah SWT menjadikannya ujian
atas tekad dan kecintaan orang-orang beriman
Semoga kita mampu bertahan
menempuh segala karunia cobaan dan ujian
karena di akhir jalan menanti sejatinya kebahagiaan...
JanjiNya tak teringkari bagi hambaNya yang setia menjaga iman.
Keadilan.
Tanpa terkecuali, siapapun tertimpa,
sekalipun dalam rasio yang sulit diterima.
Adil kan ? ^_^
kalau mereka masih duduk di hampar panas aspal, mengemis dan bertanya dalam hati,
"aku sadar, aku tidak menyalahkan apapun, tapi memiliki mobil, apa segitu terjangkaunya ya?"
Apa sih keadilan itu?
kalau kita masih bisa berpakaian baru, sementara ada yang bergumam dalam hati,
"jahitan bajuku sudah lepas, aku tidak iri pada siapapun, doa pun cukup mengharap ada uang tersisa untuk membeli benang dan jarum"
Apa sih keadilan itu?
di usia pernikahan ke 50, Tuan dan Nyonya bisa rayakan anniversary ke Thailand,
sementara penjual cendol, sepasang suami istri, masih saling mengelap peluh,
"dagangannya belum laku, Bu, sabar ya, sore-an kita pulang"
Apa sih keadilan itu?
ketika banyak remaja modern, melumuri kulit dengan lotion anti sinar UV,
anak2 pemulung itu hanya berdoa ala kadarnya, "semoga aku tidak kena kusta seperti ayah"
Apa sih keadilan itu?
ketika banyak yang terbangun dan terjaga, tubuhnya kesemutan, karena kerasnya trotoar alas tidur.
sementara, ada yang masih ribut turunkan derajat AC di angka terendah
Apa sih keadilan itu?
ketika hujan air pun masih kita salahkan,
disaat, bagi anak-anak di belah benua lain,"hujan timah panas lah monster yang sesungguhnya"
Apa sih keadilan itu?
Dimana banyak orang masih susah menyelesaikan persoalan,
situasi dan kondisi yang ironisnya, luput terpikirkan oleh kita sebagai sebuah masalah.
Apa sih keadilan itu?
kalau masih bisa kita gerutu, "gitu aja susah, usaha dong"
sementara keadaan mereka menjawab, "diusahakan, tapi memang susah, selalu susah"
Apa sih keadilan itu?
ketika kita harus mempelajari pembenarannya,
demi mendewasakan jiwa kemanusiaan yang beradab dan berilmu.
Apa sih keadilan itu?
kau tak perlu bertanya wahai diriku ..
dalam kesulitan pasti ada jalan yang mesti disyukuri
dalam kelapangan .. mesti lebih mensyukuri ..
Kebahagiaan tidak diukur dari seberapa banyak harta
Kesedihan dan kebahagiaan
kepedihan dan kesenangan
kegundahan dan ketenangan
kehampaan dan keberartian
selalu berpasangan menghampiri insan
keduanya bukan sebuah kemutlakkan
karena keduanya datang sebagai pilihan
Sungguh Allah SWT menjadikannya ujian
atas tekad dan kecintaan orang-orang beriman
Semoga kita mampu bertahan
menempuh segala karunia cobaan dan ujian
karena di akhir jalan menanti sejatinya kebahagiaan...
JanjiNya tak teringkari bagi hambaNya yang setia menjaga iman.
Keadilan.
Tanpa terkecuali, siapapun tertimpa,
sekalipun dalam rasio yang sulit diterima.
Adil kan ? ^_^
Jumat, 22 Juli 2011
Berjilbab bukan kesiapan HATI, tapi kewajiban DIRI ..
Saya mau bercerita sedikit tentang pengalaman saya ketika pertama kali tergerak untuk memakai jilbab .. bapak saya adalah orang yang mendidik anak-anaknya dengan "caranya" sendiri yg menurut saya membuat anak-anaknya tidak merasa diperintah atau didikte.
Ketika saya yang masih beranggapan bahwa seorang muslimah itu "tidak harus" memakai jilbab, karena menurut saya (pada waktu itu) yang lebih penting adalah " hati-nya ".
Dengan santai beliau berkata : " Berhijab menunggu hati siap, ibarat seseorang yang mengendarai motor tanpa helm dan ditilang polisi. ketika ditanya pak polisi : " kenapa tidak pake helm"? dia menjawab "jangan lihat helmnya dong pak, hati aku kan baik!"
inilah akibat mencampur adukan perasaan dan KEWAJIBAN .. coba renungkan dengan baik wahai anakku .. sedangkan "peraturan" itu dibuat untuk kebaikan dirimu sendiri .. ^_*
Dan sekarang saya menyadari, Islam tak cukup dengan : Syahadat, Shalat, Puasa, Zakat dan Haji.
tak cukup dgn "yang penting kan hatinya?". CUKUP bukan diukur dari pandangan KITA MANUSIA ..
Bukankah ISLAM adalah KAFFAH? (menyeluruh), dan Allah-pun Berfirman :
"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak bagi PEREMPUAN yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka PILIHAN tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata." (QS. Al-Ahzab : 36)
Dan sesungguhnya Kami telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam al Qur'an ini bermacam-macam perumpamaan. Dan manusia adalah mahluk yang paling banyak membantah." (Al Kahfi :54)
ketauhilah, berjilbab bukan kesiapan HATI, tapi kewajiban DIRI
"Ku jilbabkan hati ku hanya demi Ridha-Mu ya Rabb...
Ketika saya yang masih beranggapan bahwa seorang muslimah itu "tidak harus" memak
Rabu, 20 Juli 2011
Lautan Nikmat ....
Sesungguhnya manusia tengah berenang-renang dalam lautan nikmat. Hanya saja kita sering tidak menyadarinya.
Ada puisi yang saya sukai ditulis oleh S.A.F tentang "nikmat" ini ....
Di lautan nikmat
Dua makhluk berpisah
Yang satu tenggelam yang lain menyelam
mari kita ambil arti yang tersirat .. tahukah apa bedanya ?
Bedanya terletak dari rasa syukur yang mereka rasakan. Orang yang pertama tidak memiliki kesadaran atas nikmat yang melingkupi dunianya, hingga diapun "tenggelam."
Orang yang kedua memiliki kesadaran penuh atas nikmat yang ia dapatkan. Bahkan jika ia sedang mendapatkan musibah, ia tahu bahwa itu adalah sekedar ketika ALLAH mencabut sedikit saja nikmat yang ia miliki .. dia yakin dia akan mendapatkan pengganti atas nikmatnya yang lain, Subhanallah .. Alhamdulillah, To Be Thankful for each day bring ....
Ada puisi yang saya sukai ditulis oleh S.A.F tentang "nikmat" ini ....
Selasa, 19 Juli 2011
DIARIku tentang HUJAN
Saya sangat suka menulis .. karena saya tidak begitu suka banyak bicara, ini hanya sekedar coretan-coretan kecil saya tentang kecintaan saya pada sang Hujan yang DIA ciptakan bagi penduduk bumi.
Saya mencintai hujan dan bau tanah basah sesudahnya. Entah bagaimana awalnya atau kapan saya memulainya, tapi rasa cinta saya pada hujan sungguh membuat saya begitu merindukannya ketika Matahari di belahan kota Bandung begitu garangnya bersinar dari atas sana.
Saya jarang sekali mencintai Matahari, biarpun dia bisa mengeringkan pakaian-pakaian yang saya jemur didepan rumah saya, saya butuh juga energinya untuk membantu proses fotosintesis tanaman-tanaman di dalam pot-pot yang di halaman depan rumah saya.
Oh tentu, saya membutuhkan matahari dan segala manfaatnya.
Tapi apakah salah kalau saya lebih mencintai hujan? Ya, hujan yang turun perlahan, dengan hujamannya yang menusuk ke tanah dengan kecepatan lambat lalu membasahi rambut saya, wajah saya, dan ya, tubuh saya yang kecil ini (haha)… lalu tanah. Ya, tanah. Tanah yang kemudian menarik masuk air hujan ke dalam pori-porinya, lalu mengeluarkan bau harum yang luar biasa! Ah! I love the smell… really do…
Sudah lama sekali saya tidak mencium harum tanah basah yang membasah karena hujan.
Entahlah, terasa berbeda sekali kalau bau yang keluar adalah karena siraman air yang keluar dari pipa-pipa air atau semprotan selang dari keran.
Mungkinkah ini karena saya masih menikmati langit yang mendung saat mencium baunya?
Ataukah mungkin karena saya membiarkan angan-angan saya mengembara jauh, berkhayal tentang keindahan-keindahan duniawi yang pernah terjadi bertahun-tahun di belakang, ketika saya dan orang-orang tercinta beramai-ramai memilih untuk duduk di kursi teras, dan menikmati titik-titik air itu jatuh dan terkadang membasahi kami yang asyik tertawa dan bercanda?
Ah..
Sungguh, saya tak tahu mengapa saya mencintai hujan dan harum tanah basah sesudahnya..
Sungguh, saya juga tak mengerti kenapa baunya terasa begitu sempurna di hidung saya…
Juga mengapa saya lebih memilih untuk berhujan-hujan saja ketimbang meminggirkan kendaraan lalu berteduh bersama banyak orang.
Sungguh.
Saya benar-benar tak tahu.
Tapi yang pasti…
Ketika hujan turun… I just know, that I’m still in love with it…
Ya, hujan. diantara keajaiban alam ciptaan TUHAN
Saya sangat mencintai kamu…
I’m singing in the rain
Just singing in the rain
What a glorious feelin’
I’m happy again
I’m laughing at clouds
So dark up above
The sun’s in my heart
And I’m ready for love
Let the stormy clouds chase
Everyone from the place
Come on with the rain
I’ve a smile on my face
I walk down the lane
With a happy refrain
Just singin’,
Singin’ in the rain
Just singing in the rain
What a glorious feelin’
I’m happy again
I’m laughing at clouds
So dark up above
The sun’s in my heart
And I’m ready for love
Let the stormy clouds chase
Everyone from the place
Come on with the rain
I’ve a smile on my face
I walk down the lane
With a happy refrain
Just singin’,
Singin’ in the rain
(Singin’ in the Rain, Gene Kelly)
Psssttt…
Tapi jangan bawa semua pasukanmu untuk membasahi bumi ini, ya ? Saya takut kebanjiran, nih! hihi..
Allohumma shoyyiban nafi'an ....
Senin, 18 Juli 2011
Dalam DIAM ku ......
Dalam diam aku merenung
Dalam diam aku simpan amarah
Dalam diam aku tersenyum
Dalam diam aku berfikir
Merenungi kesalahan diri
Marah atas kelemahan hati
Tersenyum atas tingkah sendiri
Berfikir kapankah diam ini berhenti
Maafkan jika diamku mengundang tanya
karena lisan ini tak mau mengumbar kata
Dalam diamku tetap sayang kalian :-)
Dalam diam aku simpan amarah
Dalam diam aku tersenyum
Minggu, 17 Juli 2011
Sungai Di Bawah Laut
Bismillah.
Sungai di bawah laut.
Jika Anda termasuk orang yang gemar menonton rancangan TV `Discovery’ pasti kenal Mr.Jacques Yves Costeau , ia seorang ahli oceanografer dan ahli selam terkemuka dari Perancis. Orang tua yang berambut putih ini sepanjang hidupnya menyelam ke perbagai dasar samudera di seantero dunia dan membuat film dokumentari tentang keindahan alam dasar laut untuk ditonton di seluruh dunia.
Pada suatu hari ketika sedang melakukan eksplorasi di bawah laut, tiba-tiba ia menemui beberapa kumpulan mata air tawar-segar yang sangat sedap rasanya kerana tidak bercampur/tidak melebur dengan air laut yang masin di sekelilingnya, seolah-olah ada dinding atau membran yang membatasi keduanya.
Fenomena ganjil itu memeningkan Mr. Costeau dan mendorongnya untuk mencari penyebab terpisahnya air tawar dari air asin di tengah-tengah lautan. Ia mulai berfikir, jangan-jangan itu hanya halusinansi atau khalayan sewaktu menyelam. Waktu pun terus berlalu setelah kejadian tersebut, namun ia tak kunjung mendapatkan jawapan yang memuaskan tentang fenomena ganjil tersebut.
Sampai pada suatu hari ia bertemu dengan seorang profesor Muslim, kemudian ia pun menceritakan fenomena ganjil itu. Profesor itu teringat pada ayat Al Quran tentang bertemunya dua lautan (surat Ar-Rahman ayat 19-20) yang sering diidentikkan dengan Terusan Suez . Ayat itu berbunyi :
Artinya: “Dia biarkan dua lautan bertemu, di antara keduanya ada batas yang tidak boleh ditembus”.
Kemudian dibacakan surat Al Furqan ayat 53 di atas.
Selain itu, dalam beberapa kitab tafsir, ayat tentang bertemunya dua lautan tapi tak bercampur airnya diartikan sebagai lokasi muara sungai, di mana terjadi pertemuan antara air tawar dari sungai dan air asin dari laut. Namun tafsir itu tidak menjelaskan ayat berikutnya dari surat Ar-Rahman ayat 22 yang berbunyi
Artinya: “Keluar dari keduanya mutiara dan marjan”. Padahal di muara sungai tidak ditemukan mutiara.
Terpesonalah Mr. Costeau mendengar ayat-ayat Al Qur’an itu, melebihi kekagumannya melihat keajaiban pemandangan yang pernah dilihatnya di lautan yang dalam. Al Qur’an ini mustahil disusun oleh Muhammad yang hidup di abad ke tujuh, suatu zaman saat belum ada peralatan selam yang canggih untuk mencapai lokasi yang jauh terpencil di kedalaman samudera. Benar-benar suatu mukjizat, berita tentang fenomena ganjil 14 abad yang silam.
Akhirnya terbukti pada abad 20.
Jika Anda seorang penyelam, maka anda harus mengunjungi Cenote Angelita, Mexico. Disana ada sebuah gua. Jika anda menyelam sampai kedalaman 30 meter, airnya air segar (tawar), namun jika anda menyelam sampai kedalaman lebih dari 60 meter, airnya menjadi air asin, lalu anda dapat melihat sebuah “sungai” di dasarnya, lengkap dengan pohon dan daun daunan.
Setengah pengkaji mengatakan, itu bukanlah sungai biasa, itu adalah lapisan hidrogen sulfida, nampak seperti sungai… luar biasa bukan? Lihatlah betapa hebatnya ciptaan Allah ta’ala.
sumber:
http://ivandrio.wordpress.com via http://maramissetiawan.wordpress.com
http://alqiyamah.wordpress.com/
tambahan (red.):
untuk kepastian siapa yang menyelam belum diketahui pasti. masih perlu di kroscek kembali kebenaran hubungan masuk islamnya Mr.Jacques Yves Costeau dgn “sungai” ini, karena penyelam yang melakukan penyelaman diatas adalah orang rusia bernama Anatoly Beloshchin bukan Jacques Yves.
Sungai di bawah laut.
وَهُوَ الَّذِي مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ هَذَا عَذْبٌ فُرَاتٌ وَهَذَا مِلْحٌ أُجَاجٌ وَجَعَلَ بَيْنَهُمُا بَرْزَخًا وَحِجْرًا مَّحْجُورًا
“Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan) ; yang ini tawar lagi segar dan yang lain masin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi.” (Q.S Al Furqan:53)Jika Anda termasuk orang yang gemar menonton rancangan TV `Discovery’ pasti kenal Mr.Jacques Yves Costeau , ia seorang ahli oceanografer dan ahli selam terkemuka dari Perancis. Orang tua yang berambut putih ini sepanjang hidupnya menyelam ke perbagai dasar samudera di seantero dunia dan membuat film dokumentari tentang keindahan alam dasar laut untuk ditonton di seluruh dunia.
Pada suatu hari ketika sedang melakukan eksplorasi di bawah laut, tiba-tiba ia menemui beberapa kumpulan mata air tawar-segar yang sangat sedap rasanya kerana tidak bercampur/tidak melebur dengan air laut yang masin di sekelilingnya, seolah-olah ada dinding atau membran yang membatasi keduanya.
Fenomena ganjil itu memeningkan Mr. Costeau dan mendorongnya untuk mencari penyebab terpisahnya air tawar dari air asin di tengah-tengah lautan. Ia mulai berfikir, jangan-jangan itu hanya halusinansi atau khalayan sewaktu menyelam. Waktu pun terus berlalu setelah kejadian tersebut, namun ia tak kunjung mendapatkan jawapan yang memuaskan tentang fenomena ganjil tersebut.
Sampai pada suatu hari ia bertemu dengan seorang profesor Muslim, kemudian ia pun menceritakan fenomena ganjil itu. Profesor itu teringat pada ayat Al Quran tentang bertemunya dua lautan (surat Ar-Rahman ayat 19-20) yang sering diidentikkan dengan Terusan Suez . Ayat itu berbunyi :
مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ يَلْتَقِيَانِ {19} بَيْنَهُمَا بَرْزَخٌ لاَّيَبْغِيَانِ {20}
Artinya: “Dia biarkan dua lautan bertemu, di antara keduanya ada batas yang tidak boleh ditembus”.
Kemudian dibacakan surat Al Furqan ayat 53 di atas.
Selain itu, dalam beberapa kitab tafsir, ayat tentang bertemunya dua lautan tapi tak bercampur airnya diartikan sebagai lokasi muara sungai, di mana terjadi pertemuan antara air tawar dari sungai dan air asin dari laut. Namun tafsir itu tidak menjelaskan ayat berikutnya dari surat Ar-Rahman ayat 22 yang berbunyi
يَخْرُجُ مِنْهُمَآ اللُّؤْلُؤُ وَالْمَرْجَانِ {22}
Artinya: “Keluar dari keduanya mutiara dan marjan”. Padahal di muara sungai tidak ditemukan mutiara.
Terpesonalah Mr. Costeau mendengar ayat-ayat Al Qur’an itu, melebihi kekagumannya melihat keajaiban pemandangan yang pernah dilihatnya di lautan yang dalam. Al Qur’an ini mustahil disusun oleh Muhammad yang hidup di abad ke tujuh, suatu zaman saat belum ada peralatan selam yang canggih untuk mencapai lokasi yang jauh terpencil di kedalaman samudera. Benar-benar suatu mukjizat, berita tentang fenomena ganjil 14 abad yang silam.
Akhirnya terbukti pada abad 20.
Jika Anda seorang penyelam, maka anda harus mengunjungi Cenote Angelita, Mexico. Disana ada sebuah gua. Jika anda menyelam sampai kedalaman 30 meter, airnya air segar (tawar), namun jika anda menyelam sampai kedalaman lebih dari 60 meter, airnya menjadi air asin, lalu anda dapat melihat sebuah “sungai” di dasarnya, lengkap dengan pohon dan daun daunan.
Setengah pengkaji mengatakan, itu bukanlah sungai biasa, itu adalah lapisan hidrogen sulfida, nampak seperti sungai… luar biasa bukan? Lihatlah betapa hebatnya ciptaan Allah ta’ala.
sumber:
http://ivandrio.wordpress.com via http://maramissetiawan.wordpress.com
http://alqiyamah.wordpress.com/
tambahan (red.):
untuk kepastian siapa yang menyelam belum diketahui pasti. masih perlu di kroscek kembali kebenaran hubungan masuk islamnya Mr.Jacques Yves Costeau dgn “sungai” ini, karena penyelam yang melakukan penyelaman diatas adalah orang rusia bernama Anatoly Beloshchin bukan Jacques Yves.
Jumat, 15 Juli 2011
GRATEFUL is Everything
Disaat hati ini rasanya letih sekali… dan untuk menatap cahaya pun rasanya sulit, saya teringat tulisan yang pernah saya baca dalam buku “The Secret” (meskipun buku yang penuh kritikan, tapi penyerderhanaan do’a dan syukur yang disampaikan sangat bermanfaat loh). Seseorang dibuku tersebut akan berucap “terima kasih” diawal hari nya, di tengah hari nya, di akhir harinya… (tapi saya agak bingung kepada siapa mereka berterimakasih, yang penting ambil sisi baiknya saja deh :P)
Jadi, di pagi itu saya mulai bergugam…
“Ya Allah.. Alhamdulillah aku punya makanan untuk dimakan"
“Ya Allah.. Alhamdulillah aku masih berdiri di atas kakiku
“Ya Allah.. Alhamdulillah aku masih dapat tidur dengan nyenyaknya"
“Ya Allah.. Alhamdulillah hari ini masih bertemu pagi”
“Ya Allah.. Alhamdulillah aku masih makan dengan nikmatnya”
“Ya Allah.. Alhamdulillah masih diberikan nikmat sehat"
“Ya Allah.. Alhamdulillah diberikan sumber rezeki yang halal"
“Ya Allah.. Alhamdulillah masih bisa tersenyum "
“Ya Allah.. Terima kasih atas nikmat ISLAM dan nikmat SUNNAHMU…Jadikanlah aku termasuk penghuni surgaMU di akhirat kelak…..AAMIIN”
Intinya adalah berterimakasih pada setiap hal, sekecil apapun yang kita terima. Buat saya, kadang bersyukur harus dipaksakan, atau paling tidak dilisankan karena hati manusia itu sangatlah lalai. Terutama kepada nikmat yang sifatnya RUTIN, alias yang sering diterima sehari-hari….
Jadi, di pagi itu saya mulai bergugam…
“Ya Allah.. Alhamdulillah aku punya makanan untuk dimakan"
“Ya Allah.. Alhamdulillah aku masih berdiri di atas kakiku
“Ya Allah.. Alhamdulillah aku masih dapat tidur dengan nyenyaknya"
“Ya Allah.. Alhamdulillah hari ini masih bertemu pagi”
“Ya Allah.. Alhamdulillah aku masih makan dengan nikmatnya”
“Ya Allah.. Alhamdulillah masih diberikan nikmat sehat"
“Ya Allah.. Alhamdulillah diberikan sumber rezeki yang halal"
“Ya Allah.. Alhamdulillah masih bisa tersenyum "
“Ya Allah.. Terima kasih atas nikmat ISLAM dan nikmat SUNNAHMU…Jadikanlah aku termasuk penghuni surgaMU di akhirat kelak…..AAMIIN”
Intinya adalah berterimakasih pada setiap hal, sekecil apapun yang kita terima. Buat saya, kadang bersyukur harus dipaksakan, atau paling tidak dilisankan karena hati manusia itu sangatlah lalai. Terutama kepada nikmat yang sifatnya RUTIN, alias yang sering diterima sehari-hari….
Sabar .....
Ada ujian sabar di setiap harinya. Berasa seperti minum obat yang super pahit sebotol besar (hehe). Tapi katanya obat paling mujarab adalah obat yang pahit .. betul kan saudaraku ? Harapannya adalah : kejadian ini tidak berlalu begitu saja, namun memberikan pelajaran BERHARGA yang mengubah kita yang DULU menjadi yang SEKARANG dan AKAN DATANG .. menjadi lebih baik tentunya. Itulah hakikat hijrah dalam ISLAM.
Ingatlah wahai DIRIKU : Sabar! Ishbir yaa qolbiii! “Sesungguhnya orang-orang yang bersabar, ganjaran bagi mereka adalah tanpa hisab (tak terhingga).” (QS. Az-Zumar :10), Insya Allah .. Aamiin Ya Robbal'alamiin.
Umar Bin Khathtab Radhiyallahu ‘Anhu:
Kehidupan yang terbaik kami dapatkan dengan sabar.
Jika sabar itu ada pada seseorang, pasti ia tergolong orang dermawan.
Ali Bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu :
Posisi sabar bagi iman seperti posisi kepala bagi tubuh.
Ketahuilah tidak beriman orang yang tidak sabar.
Umar Bin Abdul Aziz Rahimahullah:
Allah tidak memberikan suatu kenikmatan kepada salah seorang hambanya
kemudian Dia mencabutnya dari orang tersebut dan menggantinya dengan sabar, maka penggantinya itu lebih baik daripada yang dicabut darinya.
Al Hasan Al Bashri Rahimahullah:
Sabar adalah salah satu kekayaan dari kekayaan yang baik.
Allah tidak memberikan kecuali kepada hamba-Nya yang mulia di sisi-Nya.
Kehidupan yang terbaik kami dapatkan dengan sabar.
Jika sabar itu ada pada seseorang, pasti ia tergolong orang dermawan.
Ali Bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu :
Posisi sabar bagi iman seperti posisi kepala bagi tubuh.
Ketahuilah tidak beriman orang yang tidak sabar.
Umar Bin Abdul Aziz Rahimahullah:
Allah tidak memberikan suatu kenikmatan kepada salah seorang hambanya
kemudian Dia mencabutnya dari orang tersebut dan menggantinya dengan sabar, maka penggantinya itu lebih baik daripada yang dicabut darinya.
Al Hasan Al Bashri Rahimahullah:
Sabar adalah salah satu kekayaan dari kekayaan yang baik.
Allah tidak memberikan kecuali kepada hamba-Nya yang mulia di sisi-Nya.
Senin, 11 Juli 2011
Teruntuk Saudara Muslimahku
Teruntuk saudara muslimahku yang kucintai karena Allah .. Tidakkah kita mau menjadi seorang yang benar-benar dicintai Allah?
Namun, selama ini, cinta siapa yang kita kejar?
Allah Berfirman : "Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan ISTERI-ISTERI ORANG MUKMIN : "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Ahzab :59)
Rasulullah bersabda : "Allah tidak akan menerima ibadah seorang perempuan baligh hingga menutup auratnya dan Allah tidak akan menerima shalat seorang perempuan yg telah cukup umur hingga berkerudung kepala." (ber jilbab). (HR.Tabrani)
Cantik akan hadir
Ketika ada syukur dalam jiwa
Cantik akan lebih berharga
Jika kita balut dengan busana taqwa
Cantik akan lebih indah
Jika hanya kepada yang berhak memandangnya
Cantik akan lebih bermakna
Jika dengannya mampu meraih ridha Sang MAHA Pemilik cinta .
Namun, selama ini, cinta siapa yang kita kejar?
Allah Berfirman : "Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan ISTERI-ISTERI ORANG MUKMIN : "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke sel
Rabu, 06 Juli 2011
Seandainya AKU adalah LILIN ...
Hampir padam ..
Bagaimana bisa bertahan, ketika tak ada sumbu tambahan dari-Mu
Semakin kusadari
Semakin aku menggigil ketakutan Persis seperti bocah yang takut akan kegelapan
Hanya rangkum kata yang terlanjur kuyup dengan asa:
"Disisa bakar nanti,
aku tak ingin habis begitu saja,
paling tidak pernah ada detik, hangatnya cahaya itu dirasakan oleh dingin, walau hanya setitik
atau paling tidak, butiran-butiran sisa abuku nanti sedikit saja bisa menyumbangkan warna untuk "langit".
Ijinkan aku sempurnakan agamaku Ya Robb .... menjadi sebaik-baiknya manusia."
Bagaimana bisa bertahan, ketika tak ada sumbu tambahan dari-Mu
Semakin kusadari
Semakin aku menggigil ketakutan Persis seperti bocah yang takut akan kegelapan
Hanya rangkum kata yang terlanjur kuyup dengan asa:
"Disisa bakar nanti,
aku tak ingin habis begitu saja,
paling tidak pernah ada detik, hangatnya cahaya itu dirasakan oleh dingin, walau hanya setitik
atau paling tidak, butiran-butiran sisa abuku nanti sedikit saja bisa menyumbangkan warna untuk "langit".
Ijinkan aku sempurnakan agamaku Ya Robb .... menjadi sebaik-baiknya manusia."
Sabtu, 02 Juli 2011
Hanya Untuk Hatiku saja ...
Saat memandangi hari .. Semakin hening dan makin tunduk merenungi. Setiap episode yang terjadi dalam hidupku, sudah begitu banyak warna yang terlukiskan, dan begitu banyak pula noda hitam mengotorinya.
Ini dinamakan perjuangan, dan setiap perjuangan ada pengorbanan yang harus dikerahkan dengan sungguh-sungguh. Keletihan, kelelahan... Bahkan air mata pun harus dipersembahkan. Demi Allah, aku hanya manusia dan hanya ingin bisa bermanfaat bagi orang lain. Semoga tak ada kesia-siaan di dalamnya.
Kenapa ada yang begitu mudah mencerca.. Begitu ringan dalam menghina, dan tak santun dalam memperingatkan. Wahai penjaga hati, apa yang telah engkau lakukan... Sehingga ada pihak lain yang merasa tersakiti. Padahal, Tidakkah engkau merasa, bagaimana jika engkau berada pada posisi seorang yang tersalahkan. Demi Allah! Tak sedikitpun aku mencampuri urusanmu.. ternyata begitu sulit untuk mengungkap kata ketika hati dihadapkan pada situasi yang sulit :(
*Ditulis, ditengah kerisauan hati terhadap hati-hati lain yang tengah sakit.
Ini dinamakan perjuangan, dan setiap perjuangan ada pengorbanan yang harus dikerahkan dengan sungguh-sungguh. Keletihan, kelelahan... Bahkan air mata pun harus dipersembahkan. Demi Allah, aku hanya manusia dan hanya ingin bisa bermanfaat bagi orang lain. Semoga tak ada kesia-siaan di dalamnya.
Kenapa ada yang begitu mudah mencerca.. Begitu ringan dalam menghina, dan tak santun dalam memperingatkan. Wahai penjaga hati, apa yang telah engkau lakukan... Sehingga ada pihak lain yang merasa tersakiti. Padahal, Tidakkah engkau merasa, bagaimana jika engkau berada pada posisi seorang yang tersalahkan. Demi Allah! Tak sedikitpun aku mencampuri urusanmu.. ternyata begitu sulit untuk mengungkap kata ketika hati dihadapkan pada situasi yang sulit :(
Langganan:
Postingan (Atom)